Selama ini Kota Malang sangat terkenal dengan seni tari topeng. Topeng yang jamak dipakai terbuat dari kayu. Siswa-siswi SMPN 22 mencoba membuatnya dari bahan bambu dan jadilah topeng clumpring yang tak kalah eksotiknya.Topeng clumpring tersebut tadi mereka pamerkan saat Penilaian Adiwiyata Mandiri 2016 di SMP Negeri 22 Kota Malang, Rabu (19/10/2016).
Menurut Anny Yulistyowati, S.P.d., M.M selaku Kepala SMP Negeri 22 Kota Malang mengatakan bahwa selain untuk memanfaatkan “clumpring” bambu yang tidak bernilai menjadi kerajinan topeng khas Malang, juga untuk memperkenalkan dan mengedukasi siswa mengenai budaya asli Malang yaitu tari topeng. Dimana topeng clumpring karya siswa dipakai sebagai properti ekskul tari topeng di sekolah.
Bukan hanya topeng clumpring yang dipamerkan. Dalam kegiatan yang dipusatkan di aula SMP Negeri 22 Kota Malang iti juga dipameran hasil kerajinan siswa yang dibuat dari bahan bekas beserta dengan presentasi dalam bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.
“Kegiatan pengolahan limbah di sekolah, bukan semata untuk prakarya namun sebagai wujud edukasi bagi siswa, pihak sekolah dan masyarakat sekitar,” ungkap Anny.
Proses pengolahan limbah dan barang tak terpakai di SMP Negeri 22 Kota Malang sudah menjadi kegiatan intra yang dibudayakan bagi siswa, guru, walimurid, dan masyarakat hingga tataran RT yang dibuktikan dengan beberapa kegiatan berbasis lingkungan dan pengolahan limbah. Diantaranya pembuatan kascing, pembuatan biopori oleh setiap siswa di halaman rumahnya, penanaman 1000 pohon, sapu tanpa debu, zero tisu (ganti dengan sapu tangan), botolisasi air minum(siswa membawa botol air minum), pemanfaatan air limbah, pemanfaatan limbah kulit bambu menjadi topeng khas malangan, tempe biji nangka, ice cream kulit pisang, dan yang terbaru adalah tepung biji durian.
“Saya sangat senang dengan adanya kegiatan ini, karena bisa menambah ilmu sekaligus berkontribusi menjaga lingkungan. Karena selain pihak sekolah keluarga terutama bapak dan ibu sangat mendukung untuk melakukan kegiatan baik di sekolah atau rumah. Bahkan orangtua membantu saat saya membuat biopori di depan rumah,” tutur Yahuke Helena Hafsari salah seorang siswa kelas IX.
SMP Negeri 22 kota Malang berharap kerjasama dan pemberdayaan edukasi berbasis wisata ini dapat meluas hingga tingkat RW di sekitar sekolah. Sehingga cakupan dan proses keterlibatan sekolah dengan masyarakat bisa lebih luas.
Selain dengan masyarakat, sekolah juga telah memiliki beberapa mitra seperti “home industri” pengolahan nangka, Adam Azis pemilik budidaya cacing, juga Universitas Brawijaya sebagai consultan dalam proses edukasi lingkungan. Yang sangat membanggakan Kegiatan edukasi lingkungan di SMP Negeri 22 Kota Malang berhasil mengantarkan SMP Negeri 22 kota Malang menjadi peraih penghargaan GSF 2014 dan 2016 secara berturut-turut, sekolah kreatif dan produktif 2016, serta Adiwiyata 2015 dan 2016 yang sedang berlangsung.
Selain itu dukungan sarana dan prasarana dari pemerintah membantu memperlancar proses kegiatan pengolahan limbah dan barang tak terpakai berbasis edukasi.